Penalaran
Deduktif
adalah suatu
penalaran yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya
telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau
pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari
pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan
operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu
harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya
dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif
tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.
Contoh : yaitu sebuah
sistem generalisasi.
Laptop adalah
barang eletronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperasi,
DVD Player adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk
beroperasi,
Generalisasi :
semua barang elektronik membutuhkan daya listrik untuk beroperasi.
Penalaran
Induktif
adalah suatu
penalaran yang berpangkal dari peristiwa khusus sebagai hasil pengamatan
empirik dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang
bersifat umum. Dalam hal ini penalaran induktif merupakan kebalikan dari
penalaran deduktif. Untuk turun ke lapangan dan melakukan penelitian tidak
harus memliki konsep secara canggih tetapi cukup mengamati lapangan dan dari
pengamatan lapangan tersebut dapat ditarik generalisasi dari suatu gejala.
Dalam konteks ini, teori bukan merupakan persyaratan mutlak tetapi kecermatan
dalam menangkap gejala dan memahami gejala merupakan kunci sukses untuk dapat
mendiskripsikan gejala dan melakukan generalisasi.
Contoh : Masyarakat
Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan
(khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang
menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status
sosial
Korelasi
Penalaran Deduktif dan Induktif
kedua penalaran
tersebut seolah-olah merupakan cara berpikir yang berbeda dan terpisah. Tetapi
dalam prakteknya, antara berangkat dari teori atau berangkat dari fakta empirik
merupakan lingkaran yang tidak terpisahkan. Kalau kita berbicara teori
sebenarnya kita sedang mengandaikan fakta dan kalau berbicara fakta maka kita
sedang mengandaikan teori.
Dengan demikian,
untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah kedua penalaran tersebut dapat digunakan secara
bersama-sama dan saling mengisi, dan dilaksanakan dalam suatu ujud
penelitian ilmiah yang menggunakan metode ilmiah dan taat pada hukum-hukum
logika. Upaya menemukan kebenaran dengan cara memadukan penalaran deduktif
dengan penalaran induktif tersebut melahirkan penalaran yang disebut dengan reflective
thinking atau berpikir refleksi.
Jika seseorang
melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan kebenaran.
Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam menalar dapat dipenuhi.
Suatu penalaran
bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang
memang benar atau sesuatu yang memang salah.
Dalam penalaran,
pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis
harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal
maupun material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat,
diturunkan dari aturan – aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti
isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.
Dalam penalaran
deduktif terdapat premis. Yaitu proposisi tempat menarik
kesimpulan.
Penarikan kesimpulan
secara deduktif dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
Penarikan secara
langsung ditarik dari satu premis.
Penarikan tidak
langsung ditarik dari dua premis.
Premis pertama
adalah premis yang bersifat umum sedangkan premis kedua adalah yang bersifat
khusus.
Jenis penalaran
deduksi yang menarik kesimpulan secara tidak langsung yaitu
- Silogisme Kategorial;
- Silogisme Hipotesis;
- Silogisme Akternatif;
- Entimen.
Pengertian
Silogisme
Silogisme adalah penarikan
konklusi secara deduktif tidak langsung yang konklusinya ditarik dari premis
yang disediakan sekaligus.
Hal yang paling penting yakni
bahwa silogisme dan bentuk-bentuk inferensi yang lain, persoalan kebenaran
serta ketidakbenaran pada premis-premis tidak pernah timbul. Hal itu disebabkan
oleh premis-premis selalu diambil yang benar. Akibatnya, konklusi sudah
dilngkapi oleh hal-hal yang benar. Dengan perkataan lain, silogisme hanya mempersoalkan
kebenaran formal (kebenaran bentuk) dan tidak lagi mempersoalkan kebenaran
material (kebenaran isi). Silogisme inilah sebenarnya inti dari logika.
a.
Silogisme Kategorial : Silogisme yang terjadi dari
tiga proposisi.
Premis umum : Premis Mayor (My)
Premis khusus :Premis Minor (Mn)
Premis simpulan : Premis Kesimpulan (K)
Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek
simpulan disebut term mayor, dan predikat simpulan disebut term minor.
Aturan umum dalam silogisme kategorial sebagai
berikut:
1)
Silogisme harus terdiri atas tiga term yaitu : term
mayor, term minor, term penengah.
2)
Silogisme terdiri atas tiga proposisi yaitu premis
mayor, premis minor, dan kesimpulan.
3)
Dua premis yang negatif tidak dapat menghasilkan
simpulan.
4)
Bila salah satu premisnya negatif, simpulan pasti
negatif.
5)
Dari premis yang positif, akan dihasilkan simpulan
yang positif.
6)
Dari dua premis yang khusus tidak dapat ditarik satu
simpulan.
7)
Bila premisnya khusus, simpulan akan bersifat
khusus.
8)
Dari premis mayor khusus dan premis minor negatif
tidak dapat ditarik satu simpulan.
My :
Semua mahasiswa memiliki ijazah SLTA.
Mn : Remedy
tidak memiliki ijazah SLTA
K :
Remedy bukan mahasiswa
b. Silogisme Hipotesis: Silogisme yang terdiri atas
premis mayor yang berproposisi konditional hipotesis.
Konditional
hipotesis yaitu : bila premis minornya membenarkan anteseden,
simpulannya membenarkan konsekuen. Bila minornya menolak anteseden, simpulannya
juga menolak konsekuen.
Contoh :
My : Jika
tidak ada air, manusia akan kehausan.
Mn : Air
tidak ada.
K :
Jadi, Manusia akan kehausan.
c. Silogisme Alternatif : Silogisme yang
terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif.
Proposisi
alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu
alternatifnya. Simpulannya akan menolak alternatif yang lain.
Contoh
My :
Nenek Sumi berada di Bandung atau Bogor.
Mn :
Nenek Sumi berada di Bandung.
K :
Jadi, Nenek Sumi tidak berada di Bogor.
d. Entimen
Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan
sehari-hari, baik dalam tulisan maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis
minor dan simpulan.
Contoh entimen:
1)
Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang
dalam sayembara itu.
2)
Anda telah memenangkan sayembara ini, karena itu
Anda berhak menerima hadiahnya.
0 comments:
Post a Comment